Ya Allah, Berikan Surga-Mu Untuk Ibuku, Sebab Ibu Ialah Nirwana Dalam Hidupku
Ada pepatah mengatakan, Surga itu ada di telapak kaki Ibu. Tapi kenapa di telapak kaki? Padahal ada bab badan lain yang lebih mulia. Misal tangan, wajah, bahunya dan lain-lain.
Terlalu sibuk mempertanyakan itu saya hingga lupa kalau dulu waktu kecil Ibu sangat kerepotan mengurusku. Tapi lebih repot lagi ketika melahirkanku. Sayangnya ketika ini saya belum dapat mencicipi bagaimana rasanya hamil dan melahirkan. Tapi katanya itu sangat sakit.

Aku percaya itu sangat sakit. Ketika hamil, kita akan menyebarkan sari-sari makanan dengan janin yang kita kandung, pernapasan menjadi sesak, dan banyak sekali gejolak yang menciptakan kita merasa tidak nyaman.
Tapi banyak Ibu yang menyampaikan kalau kondisi menyerupai itu sama sekali tak memberatkan mereka. Mereka malah merasa sangat bahagia, dan tak tahu kenapa tiba-tiba mereka menemukan cinta gres yang tak bersyarat.
Cinta abadi mereka pada janin yang belum sekalipun mereka lihat. Mereka menyayangi sosok yang belum terlahir ke bumi. Cintanya begitu besar, hingga ketika bayi mereka lahir, rasa sakit akhir bab miliknya terkoyak pun tak mereka rasakan lagi.
Bayi itu menciptakan para ibu tak takut mati. Apapun yang terjadi dengan dirinya, yang penting ialah bayi itu lahir dengan selamat dan dalam keadaan lengkap.
Aku jadi resah kenapa kehadiran bayi sangat begitu dicintai mereka hingga menyerupai itu. Bahkan hingga mengubah poros hidup Ibu yang semuanya dipertaruhkan untuk anaknya sendiri. Seolah kehidupan lainnya tak ia pedulikan lagi. Rasa cintanya juga lebih besar melebihi kepada suaminya sendiri.
Semuanya diberikan kepada anak, anak dan anak. Dan sebagai seorang ‘anak’ dari Ibuku, saya menjadi mengingat banyak sekali usaha Ibuku yang bila kutuliskan semua dengan tinta yang jumlahnya sebanyak air di lautanpun tak akan cukup.
Dan Aku resah harus memulainya darimana
Dulu ketika masih kecil, setiap ditanya ingin apa? Aku selalu menjawab, “Aku mau masuk surga!”
Jawabannya itu terus. Karena memang itulah cita-cita semua orang.
Tapi beranjak dewasa, saya mulai tidak optimis dengan hal tersebut. Aku pikir, bahwa kemauanku itu terlalu memalukan. Aku tak pantas masuk surga. Ibadah saja jarang, Sholat belum lengkap, bermaksiat dan dosa-dosa lain yang kurahasiakan.
Aku tak begitu berharap dapat masuk ke dalam Surga-Nya kelak. Tapi kalau ditanya ingin masuk Surga atau tidak jawabannya tentu Aku mau. Tapi tak begitu berharap … tapi mau … tapi tak begitu berharap … tapi mau.
Aku sangat berharap kalau ketika meninggal kelak, saya terbaring dalam keadaan beriman. Itu saja.
Masuk Surga Alhamdulillah, masuk Neraka pun saya memang pantas di dalamnya.
Entah kenapa ketika cukup umur saya tak begitu mengharapkan Surga-Mu ya Allah. Aku sudah cukup nikmat dengan dunia-Mu ini. Aku telah menemukan Surgaku sendiri di dunia.
Surga itu ada di Ibuku sendiri.
Bersama Ibu saya terhubung dengan Engkau. Bersama Ibu saya mencicipi perlindunganmu yang engkau perantarakan terhadap Ibuku.
Ibuku menyerupai mediator Surga yang Engkau kirimkan untuk anak tidak tahu diri sepertiku. Terimakasih ya Allah. Jikapun kelak saya tidak masuk ke dalam Surga-Mu, setidaknya engkau telah memberikanku sedikit Surga dunia yang Engkau kirimkan dalam bentuk Malaikat pelindung menyerupai Ibuku.
Bersama Ibu, saya mencicipi sederhananya Surga yang ada di alam abadi sana.
Surga itu melindungiku dari saya masih berbentuk segumpal darah. Surga yang menyambutku dengan senyum bercampur tangis ketika saya pertama kali menghirup udara dunia.
Surga dalam bentuk Ibu ini merawatku dengan sangat baik. Saat kecil dulu saya digendong, dihangatkan, diberi makan hingga saya dapat mencicipi sangat kenyang. Waktu kecil dulu saya gemuk, Ibuku merawatku dengan sangat baik.
Aku juga jadi teringat dulu ketika Ibu menggendongku kemudian Ibu terpeleset dan saya jatuh di atasnya. Ya Allah, penggalan nirwana yang kamu pisahkan dari Surga yang ada di alam abadi sana benar-benar melindungiku dengan baik. Saat jatuh itu saya sama sekali tidak mencicipi sakit, alasannya ialah saya jatuh di atas Ibuku sendiri. Tapi kasihan Ibuku, saya ketika itu sudah besar dan saya berat, terus minta digendong hehe.
Tapi kadang Ibu bandel kepadaku. Ibu pernah memarahiku sambil membawa gagang sapu ketika saya tak mau Sholat. Saat itu saya lari sambil tertawa menyerupai mengejek alasannya ialah tidak terkena pukulan Ibu.
Kadang Ibu memang galak. Tapi saya tidak penah mencicipi sakit dari galaknya beliau. Ibu dulu juga suka mengancam akan memukulku kalu tidak Sholat, tapi entah kenapa hingga kini saya tidak pernah dipukul beliau. Padahal Sholatku banyak yang bolong.
Surga yang Engkau turunkan padaku terlalu memanjakanku. Dia sama sekali tak berani berbuat bernafsu atau menyakitiku.
Ibuku tak pernah membuatku kelaparan. Dia bahkan berbohong ketika saya tanya sudah makan atau belum ketika nasi dan lauk yang ada hanya tersisa untuk satu porsi saja.
Aku tahu kalau dia berbohong alasannya ialah saya pernah menjebak beliau. Aku pernah makan sesuatu, dan saya berakting sudah kenyang. Sisanya masih banyak, dan kuberikan pada Ibu. Lalu kutinggal beliau, dan sedikit kuintip dari balik gorden, dia makan makanan sisaku itu dengan sangat lahap. Dan berani-beraninya dia bohong kalau sudah kenyang?
Dari kecil hingga lulus SMA, Aku selalu tidur di bersahabat Surgaku. Suatu hari saya ingin tidur sendiri, dan kini cita-cita itu telah terwujud. Aku kini sudah tidak tidur dengan Ibu, dan saya merindukannya. Aku takut tidur sendiri, tiap kali tidur kubiarkan lampu menyala. Namun setiap pagi hari tiba, lampu kamarku sudah mati.
Pernah saya sengaja tidak tidur hingga pagi, kemudian belakang layar ada bunyi tapak kaki melangkah ke kamarku. Saat itu saya akal-akalan tidur, dan sempurna ketika itu ada sosok yang masuk ke kamarku dan mematikan lampunya.
Setelah sosok itu hilang, saya membuka mata lagi. Dan … yaaa, Ibu lagi Ibu lagi.
Beliau sering mengingatkanku, untuk mematikan lampu setiap mau tidur. Gak baik untuk kesehatan katanya.
Selain perhatian menyerupai itu, Ibu juga akan sigap mematikan televisi ketika saya tidur terlelap dalam kondisi televisi yang menyala. Atau membuatku tetap hangat dengan membenarkan selimutku tiap malam.
Sebenarnya Ibuku tidak selembut itu. Dia sering marah-marah, ngomel-ngomel, cerewet, dan saya paling tidak suka kalau ketika dia marah-marah saya tak dapat mengendalikan diriku sendiri dan balik memarahi Ibu.
Aku pernah hingga keluar dari pekerjaanku alasannya ialah tekanan di sana membuatku sangat emosian di rumah. Lalu mulai mencari kerja yang membuatku lebih santai. Aku berusaha menahan emosiku kepada Ibu, tapi sayangnya tidak dapat kepada Bapak, hehe. Bapak sering terkena amukanku yang hilang kendali, maaf ya Bapakku.
Meksipun Ibuku cerewet, suka ngomel-ngomel, tapi sewaktu saya terkena amukan dari Bapak, berani-beraninya Ibuku berbicara, “Bukan gitu cara asuh anak. Kamu terlalu bernafsu sama anakmu sendiri!”
Berani-beraninya dia menyampaikan itu pada Bapak yang sedang memarahiku habis-habisan. Kalimatnya itu menciptakan pertahananku lemah! Beliau membuatku menangis semalaman di kamar. Bukan alasannya ialah betapa kasarnya Bapak memarahiku. Tapi alasannya ialah Surgaku itu.
Padahal Ibu sering memarahiku, tapi kenapa ketika saya dimarahi Bapak, dia malah berkata demikian? Kenapa tidak ikut memarahiku. Malah membela.
Aku resah menjelaskan bagaimana rasa sayang Ibu kepadaku. Rumit dijelaskan mengenai besarnya itu menyerupai apa. Mungkin lebih dari semesta ini.
Surga yang Engkau turunkan padaku ini sangat luar biasa Ya Allah. Aku tahu ini hanyalah penggalan kecil Surga-Mu yang ada di alam abadi sana. Terimakasih sudah menurunkan kepada Hamba, dan mempertahankannya di sisi Hamba hingga Hamba sebesar ini.
Surgaku kini semakin menua. Wajahnya ditumbuhi banyak keriput. Suatu ketika Engkau niscaya akan mengambilnya dariku, dan Hamba sangat memohon, kalau Engkau benar-benar mengambilnya dari Hamba, tolong kembalikan Surgaku di daerah asalnya.
Kembalikan penggalan Surga yang Engkau kirimkan kepada Hamba ke Surga-Mu yang sebenarnya. Ibuku harus kembali ke daerah seharusnya ia harus kembali.
Surgaku harus kembali ke Surga.
Belum ada Komentar untuk "Ya Allah, Berikan Surga-Mu Untuk Ibuku, Sebab Ibu Ialah Nirwana Dalam Hidupku"
Posting Komentar